Produsen senjata Saab Swedia dinilai sembarangan dalam memasarkan jet tempur Gripen. Demi bisa menjual senjata tersebut mereka merayu negara yang tidak membutuhkan dan justru akan memunculkan potensi perlombaan senjata di negara miskin.
Sekelompok peneliti perdamaian dari Universitas Uppsala Swedia mengutuk kampanye Saab di Botswana, Afrika dengan mengatakan langkah itu bertentangan dengan tujuan kebijakan luar negeri Swedia.
Dalam sebuah opini yang diterbitkan di harian Swedia Svenska Dagbladet Minggu 26 Maret 2017 tujuan kebijakan luar negeri Swedia adalah membangun hak asasi manusia dan pengentasan kemiskinan. Botswana tidak mewakili kedua tujuan itu.
Disebutkan pada tahun 2016, delegasi tingkat tinggi Swedia yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Peter Hultqvist, melakukan tur Botswana. Kunjungan itu kemudian diikuti dengan rencana Swedia untuk memasarkan jet tempur Gripen ke negara Afrika tersebut.
Menurut peneliti perdamaian Johan Brosché, Kristine Hoglund dan Sebastian van Baalen, kesepakatan ini sangat kontroversial, terutama mengingat skandal suap yang mengikuti kesepakatan serupa dengan Afrika Selatan.
Pertama, Botswana, yang lama disebut-sebut sebagai kisah sukses Afrika dalam hal kesetaraan, hak asasi manusia dan pembangunan ekonomi, demokrasi secara bertahap telah terkikis. Pemerintah negara itu hampir tidak memenuhi syarat untuk menjadi mitra Swedia, yang mencoba untuk memperjuangkan hak asasi manusia di arena internasional.
Botswana, menurut para peneliti Uppsala University, jelas menuju ke arah otoriter, dengan semakin kerasnya pengawasan, peluang dikurangi kebebasan berekspresi dan pembalasan terhadap pandangan anti-pemerintah.
Kedua, kesepakatan Saab akan bertentangan tujuan Swedia memerangi kemiskinan karena Botswana ekonomi menjadi masalah utama negara tersebut. Lebih seperlima dari dua juta penduduk hidup dalam kemiskinan absolut dan hidup dengan kurang dari dua dolar per hari, meskipun negara tersebut dikenal memiliki sumber daya besar dalam hal berlian. Jika mereka harus menginvestasikan miliaran dolar untuk membeli jet tempur maka hal itu jelas akan melemahkan upaya untuk mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan dan korupsi.
Ketiga, ide Botswana memperoleh armada pesawat tempur canggih dapat memicu perlombaan senjata secara regional. Negara seperti Namibia dan tetangga lainnya akan mengikuti, langkah ini dengan meningkatkan belanja pertahanan.
Padahal saat ini, Botswana tidak menghadapi ancaman eksternal langsung dan tidak jelas mengapa harus menginvestasikan dana dalam jumlah besar untuk mengakuisi jet tempur canggih.
Sedangkan kebutuhan untuk melindungi industri pariwisata negara itu, memerangi perburuan dan memantau aliran pengungsi dan berbagai masalah ekonomi lain tidak dapat diselesaikan dengan jet tempur canggih.
Para peneliti Swedia menyimpulkan bahwa kesepakatan senjata dengan Botswana akan memperburuk pembangunan ekonomi dan demokrasi di negeri ini, melemahkan keamanan regional dan merusak reputasi Swedia di Afrika Selatan.
Saab JAS 39 Gripen adalah jet tempur satu mesin multi-peran yang berada satu kelas dengan Eurofighter Typhoon, Rafale , Su-35 bahkan F-35.
Sejauh ini Saab belum begitu sukses untuk menjual Gripen. Sejauh ini, Swedia tetap konsumen terbesar dari Gripen, dengan pesanan pada 60 Gripen generasi baru ditempatkan oleh Departemen Pertahanan.
Satu-satunya kesepakatan besar Saab adalah dengan Brazil untuk pembangunan 36 pesawat. Gripen juga sudah digunakan sejumlah negara lainnya termasuk Afrika Selatan dan Thailand, sedangkan Republik Ceko dan Hungaria hanya menyewa pesawat Gripen dari Swedia.
Sejumlah negara seperti Norwegia, Polandia, Denmark dan Belanda telah menolak membeli pesawat tersebut.
Komentar
Posting Komentar